Banten di Tangan Maulana Hasanuddin: Awal Sebuah Kekuatan Maritim Islam

Bagikan

Kesultanan Banten dikenal sebagai salah satu kerajaan Islam besar di Nusantara yang berjaya dalam perdagangan dan politik maritim. Namun, keberhasilan Banten sebagai kekuatan maritim Islam tidak terjadi begitu saja. Transformasi itu dimulai dari tangan Sultan Maulana Hasanuddin, sultan pertama Banten yang meletakkan fondasi kekuatan laut berbasis nilai-nilai Islam dan strategi geopolitik yang canggih. Di bawah kepemimpinannya, Banten berubah dari wilayah pesisir yang sederhana menjadi pusat dagang regional yang diperhitungkan oleh kekuatan besar dunia.

Sebelum kedatangan Islam, pelabuhan Banten merupakan bagian dari jaringan dagang Kerajaan Sunda. Letaknya yang strategis di Selat Sunda menjadikannya titik temu antara jalur pelayaran dari Samudra Hindia ke Laut Jawa. Interaksi dengan para pedagang muslim dari Gujarat, Arab, dan Persia menjadi jembatan awal penyebaran Islam di kawasan ini.

Maulana Hasanuddin memahami bahwa kekuasaan di kawasan pesisir tidak hanya ditentukan oleh kekuatan darat, tetapi juga oleh kemampuan mengelola laut dan pelabuhan. Ia segera memindahkan pusat pemerintahan dari Banten Girang ke pesisir dan membangun Kraton Surosowan sebagai pusat administratif dan simbol kekuasaan Islam maritim.

Sultan Hasanuddin juga membangun pelabuhan internasional yang terbuka, yang menarik pedagang dari Arab, Persia, India, Tiongkok, dan bahkan Eropa. Ia menjalin hubungan dagang dengan berbagai kekuatan asing tanpa tunduk pada salah satunya.

Sebagai pemimpin yang juga pewaris tradisi dakwah Walisongo, Hasanuddin tidak hanya membangun infrastruktur fisik, tetapi juga menanamkan etika Islam dalam perdagangan. Prinsip-prinsip seperti kejujuran, pelarangan riba, dan keadilan dalam transaksi diberlakukan dalam aktivitas ekonomi Banten. Dalam hal ini, pelabuhan Banten bukan hanya pusat ekonomi, tetapi juga etalase peradaban Islam yang adil dan terbuka.

Di masa Hasanuddin, Banten tidak hanya terhubung dengan wilayah Nusantara, tetapi juga menjadi bagian dari jaringan maritim Islam global. Hubungan dengan pedagang dari Gujarat, Hadramaut, dan Timur Tengah memperkuat posisi Banten dalam perdagangan rempah-rempah, terutama lada.

Sultan Hasanuddin juga membuka hubungan diplomatik dengan kekuatan Islam lain. Hubungan ini memperkuat identitas Banten sebagai bagian dari ummah global. Banten menjadi pelabuhan yang tidak hanya menjual komoditas, tetapi juga mendistribusikan gagasan, kitab, dan ulama ke berbagai wilayah di Indonesia bagian barat. Sultan Maulana Hasanuddin telah membuktikan bahwa Islam dapat menjadi kekuatan pendorong bagi kemajuan maritim. Di tangannya, Banten menjadi contoh kesultanan Islam yang mampu memadukan dakwah, perdagangan, dan kedaulatan laut. Ia membangun fondasi ekonomi berbasis etika Islam, menjalin relasi internasional, dan menjaga kemandirian politik dari tekanan asing. Dari Banten abad ke-16, kita belajar bahwa membangun kekuatan laut bukan hanya soal kapal dan pelabuhan, tetapi juga soal nilai, visi, dan kepemimpinan yang berakar pada kebijaksanaan peradaban.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments