
Narwala.id. Serang, 4 September 2025 — Aktivis mahasiswa dan kepemudaan Banten menghadiri Dialog Kebangsaan bersama tokoh Banten, K.H. Embay Mulya Syarief. Acara ini berlangsung di Rumah Makan Dapur Sunda, Alun-Alun Kota Serang, Kamis (4/9), pukul 10.00–12.30 WIB.
Dialog ini membahas situasi terkini bangsa dan daerah, serta peran generasi muda dalam menjaga persatuan dan kedamaian. Dalam kesempatan tersebut, K.H. Embay menyampaikan bela sungkawa yang mendalam atas wafatnya almarhum Affan Kurniawan (driver ojek online) dan korban lainnya, seraya mendoakan agar para korban mendapatkan husnul khatimah dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan.
K.H. Embay juga menegaskan pentingnya penegakan hukum yang proporsional, terukur, adil, dan transparan. Sebagai tokoh masyarakat yang peduli dengan dinamika sosial, K.H. Embay menegaskan pentingnya tata cara penyampaian pendapat di muka umum.
“Menyampaikan pendapat di muka umum itu memang dijamin oleh undang-undang negara kita. Jadi saya, sebagai orang yang kebetulan lebih tua dari kalian, ingin mengingatkan bahwa ketika kita aksi maka harus sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujarnya.
Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa demonstrasi adalah hak konstitusional, namun harus dijalankan secara tertib dan sesuai aturan hukum agar tidak menimbulkan kerugian atau benturan di lapangan.
Kyai Embay juga menyampaikan dukungan moral dan harapan untuk generasi muda yang hadir.
“Sebagai generasi muda saya mendoakan kalian semoga menjadi seorang pemimpin di suatu saat nanti, tentunya menjadi seorang pemimpin yang baik,” tambahnya.
Ucapan ini adalah bentuk motivasi dan kepercayaan bahwa masa depan bangsa berada di tangan pemuda. K.H. Embay mengajak generasi muda untuk terus belajar, berjuang, dan berproses agar kelak dapat menjadi pemimpin yang amanah, adil, dan berpihak kepada rakyat.
Diskusi tersebut ditanggapi oleh DPD HIMMA Lebak, Repi Rizali mengkritisi ketimpangan regulasi terkait aksi demonstrasi.
“Harus ada regulasi yang tidak hanya mengatur para demonstran, tapi juga mengatur para pejabat agar mau menemui massa aksi. Salah satu akar masalah dari ricuhnya sebuah demonstrasi adalah pejabat yang tidak mau menemui rakyat,” ungkap Repi.
Pandangan ini menyoroti masalah mendasar yang sering memicu ketegangan saat aksi berlangsung, yakni ketiadaan pejabat yang mau berdialog langsung dengan rakyat. Repi menuntut adanya aturan yang menyeimbangkan kewajiban kedua pihak yaitu massa aksi dan pejabat negara.
Dalam pernyataan berikutnya, Repi menyampaikan kritik bernada sindiran terkait ketidakadilan dalam praktik di lapangan.
“Maka, regulasi yang membolehkan pejabat dijemput paksa jika tidak menemui massa aksi sampai pukul 18.00 menjadi penting. Selama ini kan tindakan-tindakan seperti penyemprotan water canon atau gas air mata hanya dilakukan kepada massa aksi, tidak pernah kepada para pejabat,” tambahnya.
Repi menggunakan ilustrasi ekstrem untuk menggambarkan ketimpangan dari massa aksi yang sering mendapat tekanan aparat, sementara pejabat yang diharapkan menemui rakyat tidak mendapat konsekuensi.
Salah satu peserta lain, Diah memberikan pandangan mengenai penyebab maraknya demonstrasi.
“Terkait fenomena demonstrasi yang terjadi saat ini, bagi kami itu adalah konsekuensi dari ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan negara yang sering kali tidak berpihak pada kepentingan masyarakat,” jelasnya.
Pernyataan ini mengingatkan bahwa demonstrasi bukanlah ancaman semata, melainkan wujud reaksi sosial akibat kebijakan yang dianggap tidak adil. Ini menegaskan bahwa akar masalahnya terletak pada kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat.

Kegiatan dialog ini diharapkan dapat menjadi ruang refleksi bersama antara tokoh masyarakat dan generasi muda serta para aktivis dalam merawat demokrasi, menjaga persatuan, serta mendorong lahirnya kebijakan publik yang adil dan berpihak kepada rakyat.

Selain itu, dari hasil dialog ini juga mendapatkan kesimpulan akhir, yaitu membuat rekomendasi dari masing-masing pimpinan organisasi yang hadir di acara dialog tersebut, untuk disampaikan kepada pihak-pihak terkait