
Narwala.id. Serang Banten — Pengurus Rayon Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten menggelar forum kajian bertajuk KOPER (Kopi Pergerakan) pada Rabu (5/11/2025) sore. Dalam kesempatan tersebut, kajian mengangkat tema menarik: “Gebrakan Menkeu Koboi: Harapan atau Ancaman?” dengan menghadirkan Sahabat Iday sebagai pemantik diskusi.
Isu yang dibahas kali ini bukan perkara sepele. Kader PMII Rayon FEBI mengupas dua kebijakan ekonomi yang tengah menjadi sorotan publik, yaitu kucuran dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp200 triliun ke bank-bank Himbara, serta relaksasi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi pekerja dengan penghasilan di bawah Rp10 juta per bulan. Kedua kebijakan ini menimbulkan perdebatan luas karena dinilai berpotensi membawa dampak besar terhadap stabilitas ekonomi nasional.
Dana Rp200 Triliun untuk Bank Himbara, Angin Segar atau Bom Waktu?
Kebijakan pemerintah yang menyalurkan dana SAL ke bank-bank Himbara diharapkan dapat mendorong sektor riil melalui ekspansi kredit produktif, terutama bagi UMKM dan industri padat karya. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat perputaran ekonomi di tengah tantangan global.
Namun, dalam forum tersebut, para peserta menyoroti adanya sejumlah potensi kerawanan. Dana tersebut baru akan berdampak positif jika penyalurannya benar-benar diawasi dan diarahkan ke sektor produktif. Jika tidak, kebijakan ini berisiko hanya menguntungkan korporasi besar atau elite perbankan.
Para kader menilai, efektivitas kebijakan tersebut belum dapat diukur karena belum berjalan satu triwulan penuh. Dengan demikian, langkah ini masih berada dalam tahap “harapan dengan catatan,” bukan prestasi yang layak dirayakan.
Relaksasi PPh 21, Dorong Konsumsi atau Timbulkan Risiko Fiskal?
Kebijakan pembebasan PPh 21 bagi pekerja berpenghasilan di bawah Rp10 juta dipandang dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga, karena dana yang biasanya dipotong pajak kini bisa langsung dibelanjakan. Secara teori, kebijakan ini bisa menggerakkan sektor riil.
Namun demikian, forum juga menyoroti tidak adanya jaminan bahwa dana tersebut akan benar-benar berputar pada sektor produktif. Risiko konsumsi yang tidak produktif, bahkan potensi peredaran dana pada sektor ilegal, menjadi kekhawatiran tersendiri. Selain itu, pengurangan penerimaan pajak negara dikhawatirkan dapat menimbulkan tekanan fiskal apabila pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tidak tercapai.
Mahasiswa Harus Tetap Kritis dan Objektif
Sahabat Tedy menegaskan pentingnya posisi kritis mahasiswa dalam menanggapi setiap kebijakan pemerintah.
“Mahasiswa tidak boleh larut dalam euforia. Setiap kebijakan ekonomi memiliki konsekuensi jangka panjang. Kita harus mengawal, menguji, dan mengkritisi dengan objektif, bukan sekadar ikut tren di media sosial,” ujarnya.
Sementara itu, Sahabat Iday mengingatkan bahwa kebijakan ekonomi tidak bisa dilihat hanya dari sisi populis.
“Efek kebijakan ekonomi itu berlapis. Kalau tidak dikawal dengan nalar kritis, sesuatu yang tampak membantu bisa menjadi ancaman. Maka, ruang kritis mahasiswa tidak boleh padam,” tegasnya.

(Dokumentasi Kegiatan)
Forum Koper Pergerakan ditutup dengan refleksi bersama. Para peserta menyepakati pentingnya peran mahasiswa sebagai pengawal nalar publik, bukan sekadar penonton yang ikut meramaikan isu, tetapi menjadi bagian dari kekuatan intelektual yang menjaga rasionalitas dan arah kebijakan publik.
Melalui kegiatan ini, PMII Rayon FEBI UIN SMH Banten menegaskan kembali komitmennya untuk terus menghadirkan ruang-ruang dialog yang kritis, reflektif, dan solutif dalam mengawal dinamika kebijakan ekonomi nasional.

