
Narwala.id- Tidak semua orang yang berbicara keras adalah pembenci. Tidak semua yang menegur adalah musuh. Tetapi, di zaman ketika kata-kata lembut sering disukai karena meninabobokan, sosok seperti Habib Rizieq Shihab menjadi duri bagi mereka yang lebih nyaman mendengar pujian daripada kebenaran.
Habib Rizieq lahir di Petamburan, 24 Agustus 1965, tumbuh tanpa ayah sejak berusia 11 bulan. Dididik oleh ibunya, Sidah Alatas, ia belajar bahwa keberanian bukanlah pilihan, melainkan keharusan ketika kebenaran dipertaruhkan. Pendidikan formalnya di SDN 1 Petamburan, SMP Negeri 40 Pejompongan, hingga SMP Kristen Bethel Petamburan hanyalah langkah awal. Landasan sejatinya dibangun dari masjid dan halaqah ilmu.
Ia menempuh S1 di King Saud University, Riyadh, Arab Saudi, jurusan Studi Agama Islam (Fiqih dan Ushul Fiqh), meraih S2 di Universitas Malaya, dan S3 di Universitas Sains Islam Malaysia (USIM) bidang Dakwah dan Manajemen. Namun, ilmu baginya bukan sekadar gelar; ia adalah amanah yang harus dihidupkan di tengah umat.
Tahun 1998, ia mendirikan Front Pembela Islam (FPI). Dengan semangat amar ma’ruf nahi munkar, FPI menjadi gerakan yang tak hanya menegur moral yang runtuh, tetapi juga membantu korban bencana, membela rakyat kecil yang tertindas, dan menjaga harga diri umat.
Namun keberanian seperti itu punya harga mahal. Sejak 2003 hingga 2021, ia beberapa kali dipenjara. Tuduhan datang silih berganti, mulai dari kerusuhan hingga pelanggaran protokol kesehatan. Banyak penguasa yang tidak menyukainya, bukan karena ia membenci mereka, tetapi karena ia menegur dengan bahasa yang jujur dan tegas, tanpa tedeng aling-aling. Dalam pandangannya, diam ketika melihat kemungkaran adalah pengkhianatan terhadap amanah Allah.
Yang tak terbantahkan, sampai detik ini Habib Rizieq tidak pernah terlibat korupsi, tidak pernah memperkaya diri dengan uang rakyat, apalagi menyengsarakan orang kecil. Justru ia berada di barisan paling depan membela hak-hak mereka. Ia membangun pesantren, membina santri, memimpin aksi sosial, dan hadir di tengah masyarakat yang jarang disentuh pejabat.
Ketika FPI dibubarkan pada 30 Desember 2020, banyak yang mengira langkahnya terhenti. Tapi semangat itu menjelma menjadi Front Persaudaraan Islam (FPI) bukti bahwa perjuangan bukanlah tentang nama, melainkan tentang tujuan.
Habib Rizieq adalah cermin bahwa ketegasan bukanlah kebencian, melainkan bentuk kasih sayang yang tak rela umatnya terjerumus. Ia adalah saksi hidup bahwa menjadi pejuang sejati berarti siap kehilangan kenyamanan demi kebenaran.
Dan di tengah dunia yang semakin takut pada suara keras yang jujur, Habib Rizieq tetap berdiri tegap, lantang, dan tak pernah mau dibungkam.

