Budaya Diskusi sebagai identitas Mahasiswa

Bagikan

Oleh: Sarnata
Penulis adalah ketua umum MATADEWA

Budaya diskusi merupakan napas intelektual yang harusnya senantiasa mengalir dalam kehidupan kampus. Diskusi bukan sekedar rutinitas berkumpul dan bertukar argumen, melainkan wujud nyata semangat berpikir kritis, dialektika serta keberanian menyuarakan pendapat. Diskusi menjadi cermin dari daya nalar, keberpihakan pada nilai-nilai kebenaran, serta komitmen terhadap perubahan sosial. Maka di sinilah letak urgensinya: budaya diskusi bukan hanya bagian dari aktivitas akademik, diskusi adalah tubuh serta identitas sejati seorang mahasiswa.

Mahasiswa, secara historis dan filosofis, memiliki peran ganda: sebagai insan akademik dan agen perubahan. Keduanya bisa terwujud dengan disertai kebiasaan untuk terus mempertanyakan, menggugat, dan membangun gagasan. Budaya diskusi merupakan medium utama dalam proses ini. ia sebagai fondasi mahasiswa untuk tidak sekedar menerima, tetapi bisa mengolah, mengkritisi, dan menyintesis pengetahuan. Maka dari itu budaya diskusi adalah manifestasi dari nalar merdeka yang menjadi ciri khas mahasiswa sejati.

Namun, kondisi hari ini, sebuah keprihatinan mendalam muncul saat budaya diskusi di kalangan mahasiswa kian mumudar bahkan hampir mengalami kemunduran. Diskusi yang dahulu menjadi denyut utama dalam kehidupan kampus, kini seringkali digantikan oleh keheningan pragmatis. Ruang-ruang diskusi yang dulu ramai oleh perdebatan ideologis, kini sepi oleh dominasi budaya instan dan konsumtif.

Berbagai faktor yang melatarbelakangi fenomena ini. Pertama, sistem pendidikan yang semakin menekankan capaian administratif dan orientasi pasar kerja, mendorong mahasiswa untuk berpikir pragmatis. IPK, sertifikasi, serta jaringan kerja lebih dianggap prioritas daripada proses pembelajaran yang mendalam. Diskusi dianggap tidak produktif karena tidak langsung berkontribusi pada “nilai jual” dalam dunia kerja.

Kedua, hadirnya media sosial dan algoritma digital menciptakan ruang publik yang semu. Mahasiswa lebih banyak berdiskusi melalui platform media sosial misalnya pada fitur komentar-komentar yang menekankan ekspresi emosi daripada rasionalitas. Diskusi berubah menjadi perdebatan kosong, penuh opini tanpa dasar, dan jarang diikuti proses klarifikasi evaluasi argumen. Semangat dialektika yang menjadi fondasi diskusi pun terkikis oleh budaya instan dan kebisingan digital.

Ketiga, banyak organisasi mahasiswa yang dulu menjadi wadah penggodokan intelektual kini kehilangan peranan. Sebagian besar telah bergeser menjadi alat reproduksi kepentingan politis atau sekedar ajang aktualisasi diri tanpa visi ideologis yang kuat. Diskusi, bila pun ada, hanya menjadi agenda formalitas tanpa pendalaman dan arah yang jelas.

Dalam situasi inilah, penting untuk membangkitkan kembali semangat diskusi sebagai gerakan budaya mahasiswa. Kita harus menyadari bahwa hilangnya budaya diskusi bukan hanya kehilangan aktivitas, tetapi kehilangan identitas itu sendiri, jika budaya diskusi hilang maka yang hilang bukan hanya tradisi tetapi juga esensi dari mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa tanpa budaya diskusi adalah mahasiswa yang teralienasi dari fungsinya sebagai motor perubahan sosial dan moral force di tengah masyarakat.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments